Senin, 18 Mei 2015

adab berkendara



Adab Berkendara
Ajaran Islam mengatur tata cara atau adab berkendaraan yang tentunya berlaku secara universal. Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam  kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah, memaparkan adab-adab berkendaraan yang perlu dipatuhi oleh seorang Muslim.
Pertama, niat yang baik.Seorang Muslim ketika naik kendaraan atau menggunakan alat transportasi harus meniatkan diri untuk mencapai tujuan yang benar diantaranya untuk menyambung tali silaturahim, mencari nafkah, ziarah karena Allah. Selain itu, juga berniat akan berlaku baik terhadap kendaraan yang dinaiaki sesuai dengan syariat Allah SWT,’’ tutur Syekh as-Sayyid Nada.
Kedua, mengakui nikmat Allah Ta’ala.Menurut ulama terkemuka itu, ketika sedang mengendarai kendaraan ataupun setelahnya hendaknya seorang hamba mengakui limpahan nikmat yang diberikan kepadanya.Sebab, berkat kendaraan yang dianugerahkan Allah SWT itu, seseorang bisa menghemat waktu dan tenaga untuk sampai di tujuan.
Ketiga, memilih kendaraan yang cocok untuk perjalanan.Ajaran Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kenyamanan. Karena itu, menurut Syekh as-Sayyid Nada,  seorang Muslim hendaknya memilih kendaraan yang paling bermanfaat dan cocok untuk mencapai tujuan.
Keempat, mempersiapkan alat transportasi. Setiap Muslim yang hendak bepergian hendaknya mempersiapkan alat transportasi yang akan digunakannya, jika kendaraan tersebut milik pribadi. Syekh as-Sayyid Nada menganjurkan agar sebelum kendaraan akan digunakan, hendaklah periksa dahulu mesinnya, bahan bakarnya, onderdil-onderdilnya. Jika kendaraan itu berupa hewan tunggangan, hendaknya diperiksa kesehatan dan kekuatannya.
Setelah mempersiapkan kendaraannya dengan baik, umat Islam diharuskan membaca doa sebelum memulai perjalanannya.
Kelima  yang harus diperhatikan dalam berkendaraan adalah membaca doa berkendaraan.  Saat akan menaiki kendaraan, seorang Muslim tak boleh lupa berdoa. ‘’Hendaknya seseorang berdoa dengan zikir yang sahih dari Nabi SAW ketika menaiki kendaraan,’’ ungkap Syekh Sayyid Nada.
Berikut doa ketika akan naik kendaraan:
سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ
‘’Segala puji bagi Allah, maha suci zat yang telah menundukkan bagi kami kendaraan inipadahal sebelumnya kami tak dapat menguasainya. Sesungguhnya kepada Rabb-lah kami akan kembali….’’
Keenam, tak membebani kendaraan dengan beban yang melampaui kapasitas. Seringkali kita melihat di jalan raya begitu banyak orang yang mengemudikan sepeda motor membawa beban yang melampaui batas. Syekh as-Sayyid Nada menyarankan agar janganlah seseorang tak membebani kendaraannya melebihi kapasitas, karena bisa mengakibatkan kendaraan mogok atau bahkan kecelakaan.
Ketujuh,  zikir safar. Saat berkendaraan hendaknya seorang Muslim tetap ingat kepada Allah dengan cara berzikir. Saat kendaraan melaju, tutur Syekh Sayyid Nada menyarankan hendaklah seorang Muslim membacakan doa yang diriwayatkan dari Nabi SAW.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِيْ سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ، اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ
“Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini. Kami memohon kepada-Mu perbuatan yang membuat-Mu ridha. Ya, Allah, mudahkanlah perjalanan kami ini dan jadikanlah perjalan yang jauh ini seolah-olah dekat. Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan yang menjaga keluargaku. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perjalanan yang berat, pemandangan yang buruk, serta musibah yang menimpa harta dan keluarga.”(HR Muslim (1342) dari Ibnu Umar).
Kedelapan, memperhatikan rambu-rambu keselamatan.  Keselamatan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Saat berkendaraan penting untuk mengikuti aturan dan rambu-rambu keselamatan. Misalnya mengenakan sabuk pengaman, menggunakan helm bagi pengendara sepeda motor.
Kesembilan, memberi hak kendaraan untuk berisitirahat.  Kendaraan baik dari hewan maupun kendaraan biasa membutuhkan waktu untuk beristirahat ketika menempuh perjalanan yang jauh.  Hewan tunggangan perlu istirahat untuk minum serta makan dan menambatkannya di tempat yang teduh. “Bahkan mobil sekalipun, membutuhkan istirahat setiap beberapa jam untuk memeriksa bahan bakar, air, mendinginkan mesin dan lainnya. Sehingga, kendaraan bisa mengantarkan kita ke tempat tujuan,’’ papar Syekh as-Sayyid Nada.
Kesepuluh, berzikir ketika melewati jalan mendaki dan menurun.  Diriwayatkan dari Jabir RA, ia berkata: ‘’Apabila melewati jalan mendaki, kami bertakbir dan apabila melewati jalan menurun, kami bertasbih.’’ (HR Bukhari). Begitulah ajaran Islam mengatur tata cara berkendaraan. (Rahmat Mulyono. 2012)
Untuk itu, bijak dalam berkendara adalah berkendara dengan tatakrama yang baik. Selain untuk keamanan dan keselamatan diri sendiri bertatakrama yang baik dalam berkendara juga untuk menjaga keamanan dan keselamtan pengendara lain. Berikut tatakrama yang perlu diperhatikan dalam berkendara:
1. Memastikan kendaraan yang akan digunakan tidak bermasalah.
2. Berdoa kepada Tuhan yang maha esa.
3. Mematuhi peraturan lalu lintas dalam berkendara.
4. Berhati-hati dan waspada.
5. Kendalikan emosi.
6. Tidak mengebut di jalan raya.
7. Memberi hak bagi pengguna jalan lain.
8. Tidak menggunakan alat komunikasi seperti HP dan lain-lain ketika
mengemudi.
9. Berhenti istirahat kalau lelah atau mengantuk.
10. Tetap fokus saat mengemudi.
Itulah beberapa tatakrama yang bisa kita lakukan dalam berkendara. Dengan mempraktekkan tatakrama ini, berarti kita turut melaksanakan ketertiban lalu lintas yang berarti menjaga diri kita sendiri dan orang lain dari peluang terjadinya kecelakaan. Ingat, ketertiban lalu lintas adalah tanggung jawab kita bersama, untuk itu mari kita turut mensukseskan ketertiban lalu lintas, dengan bijak dalam berkendara. Caranya? Milikilah tatakrama dalam berkendara.(ibid)
Selanjutnya adalah sedikit tambahan adab kesopanan dalam berkendara :
1. Pemilik Kendaraan Lebih Berhak Berada di bagian Depan kendaraannya
Barang siapa yang memiliki sesuatu maka dia lebih berhak atas sesuatu tersebut dari orang selainnya. Dan mengendarai kendaraan yang hidup atau yang benda mati hukumnya sama, maka pemilik onta atau kuda atau (mobil) lebih berhak berada di depan kendaraannya dan didahulukan daripada yang lainnya. Maka tidaklah seseorang mengendarai kendaraannya dibagian depan kecuali dengan izin pemiliknya.
Hadits Buraidah r.a menjelaskan hal tersebut dan beliau berkata : “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan datang seorang laki-laki berserta keledai, orang itu berkata : wahai Rasulullah naiklah. Orang itu mundur ke belakang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “ Tidak kamu yang lebih berhak di depan kendaraanmu dari pada saya kecuali kamu jadikan hal itu untukku “. Orang itu berkata : Saya telah menjadikannya untukmu, maka beliau pun mengendarainya”. [HR. At-Tirmidzi (2773) dan dia berkata : "hadits hasan gharib dari sisi ini". Dan Abu Daud (2573) Al-Albani berkata : "hadits hasan shahih”]
2. Bolehnya Membonceng Kendaraan Apabila Tidak Memberatkan  Kendaraan Tersebut
Diantara adab berkendaraan adalah tidak mengapa dua atau tiga orang berkendaraan pada satu kendaraan selama suatu kendaraan mampu untuk itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membonceng sebagian sahabat beliau seperti Mu’adz [Al-Bukhari (2856) Muslim (30)] Usamah [Al-Bukhari (1670) Musllim (1280)] Al-Fadhl [Al-Bukhari (1513) Muslim (1334)] demikian pula beliau membonceng Abdullah bin Ja’far dan Al-Hasan atau Al-Husain bersamaan [Muslim (2428) dan Ahmad (1744)] dan selain dari mereka, radhiallahu ‘anil jamii’. (5)
3. Makruhnya Menjadikan Kendaraan Sebagai Mimbar
Berkaitan dengan masalah ini diterangkan didalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu beliau berkata,
Janganlah kalian menjadikan punggung-punggung hewan tunggangan kalian sebagai mimbar-mimbar karena Allah memudahkannya untuk kalian hanya untuk membawa kalian kepada negeri yang belum pernah kalian capai kecuali dengan bersusah payah. Dan Allah telah menjadikan untuk kalian bumi maka di atasnyalah hendaknya kalian menunaikan hajat kalian”.[HR. Abu Daud (2567) dan Al-Albani menshahihkannya]
Maknanya : Janganlah kalian duduk di punggung-punggung hewan kendaraan dan kalian berhenti dan kalian berbicara satu sama lain ketika berjual beli dan selainnya bahkan turunlah dan tunaikanlah hajat kalian kemudian tunggangilah setelah itu. Sebagimana perkataan Al-Qariy. [‘Aun Al-Ma'bud : jilid 4 (7/169)]
Dan janganlah seseorang menyamarkan masalah tersebut dengan dalih berhentinya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas hewan tunggangan beliau ketika hajjatul wada’, karena hal itu untuk suatu mashlahat yang kuat dan hal tersebut tidak terulang-ulang.
Ibnul Qayyim berkata : “Adapun berhentinya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas hewan tunggangan beliau ketika hajjatul wada’ dan beliau khutbah di atasnya, maka hal tersebut bukan termasuk yang terlarang, karena hal tersebut terjadi karena adanya mashlahat umum pada satu waktu, dan tidak terjadi terus menerus, dan hewan tunggang pun tidak merasa capek dan berat sebagaimana didapatkan kepada orang yang terbiasa dengan hal tersebut bukan dalam rangka ke mashlahat. Bahkan mereka menjadikannya tempat untuk tinggal dan tempat duduk yang mana seseorang bermunajat di atasnya, dan tidak turun ke tanah. Hal itu sering terulang dan berlangsung lama, berbeda dengan khutbah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas hewan tunggangan beliau agar manusia dapat mendengarkan khutbah beliau, dan mengajarkan mereka perkara islam dan hukum-hukum manasik, maka hal tersebut tidak lah terulang dan tidak berlangsung lama dan mashlahatnya dapat dirasakan seluruh manusia.” [Aunul Ma'bud : jilid 4 (7/167)]
(Abu Ayaz. 2011)
Faedah : (Mobil) tidak dianggap hewan tunggangan dari sisi lamanya orang duduk di atasnya dan berbicara dengan yang lainnya, karena mobil tersebut tidak mengalami keberatan dan kecapaian, akan tetapi sepatutnya menjaga kendaraan lainnya pengguna jalan, karena mengganggu mereka adalah perkara yang haram dan Allah Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)

1 komentar:

  1. jika hendak naik angkutan umum, mana lebih didahulukan naik, laki laki atau perempuan?

    misalkan dalam kasus ini adalah suami istri

    BalasHapus